Home Schooling

Posted by Ruswadi on 20.03


Beberapa hari yang lalu, pak Budi Trikorayanto, ketua Komunitas HS Pelangi menulis di wall Facebook Lala, mengundang kami untuk hadir pada tryout Ujian Nasional SekolahRumah (UNSR) 2010.

Sebelumnya kami sudah pernah mendengar tentang UNSR ini, tapi tidak pernah mendapatkan detil informasi apa sebenarnya UNSR 2010. Jadi, kami memutuskan untuk datang pada acara seminar dan tryout yang berlangsung hari ini, Rabu 14/4/2010, di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Here we come. Kami -lengkap sekeluarga- datang bersama memenuhi undangan pak Budi.

Sesampai di lokasi, saya bertemu bu Yayah Komariah (ketua Komunitas Berkemas) yang sudah lama sekali tak bertemu. Beliau adalah salah seorang panitia UNSR 2010. Dari bu Yayah, saya mendapatkan gambaran mengenai kegiatan ini.

**

Jadi, menurut ceritabu Yayah, di daerah Tangerang ada seorang pejabat Diknas, Kepala PNFI (pendidikan non formal dan informal) kota Tangerang Selatan, bernama pak Didi. Beliau sangat membuka diri terhadap homeschooling dan bersedia memfasilitas kegiatan-kegiatan homeschooling. Berkat usaha pak Budi yang membawa bendera Asah Pena Tangerang, Diknas Tangerang Selatan setuju dan mengizinkan Ujian Kesetaraan khusus untuk anak-anak homeschooling. Itulah yang disebut UNSR 2010.

Inisiatif ini adalah sebuah kemajuan. Sebab, biasanya ujian kesetaraan itu digabung antara anak-anak homeschooling dengan peserta PKBM yang usianya sudah relatif banyak (rata-rata sudah bekerja). Dan proses ujiannya seringkali “tahu-sama-tahu” karena peserta ujian kesetaraan dari PKBM yang sudah bekerja itu biasanya mengejar ijazah (kelulusan) untuk meningkatkan jenjang karirnya. Sementara itu, anak-anak HS mengikuti ujian sebagai alat evaluasi proses belajar (selain tentu saja untuk mendapatkan ijazah kelulusan buat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi).

Yang menarik juga dari UNSR 2010, ujian kali ini membuka peluang untuk dilakukan secara online. Ada siswa yang ujian di Batam, Yogya, Malang, Jember. Ini tentu saja adalah sebuah terobosan dari Diknas Tangerang Selatan, yang berani menginisiatifkan hal ini. Dalam penjelasan pak Didi, proses UNSR dan ujian online ini sudah dikonsultasikan dan mendapat restu dari Instansi Diknas yang lebih tinggi (provinsi & pusat).

Total peserta UNSR 2010 ini adalah 327.

**

Ketika masih di rumah, ada beberapa pertanyaan yang ada di benak saya mengenai UNSR ini, terutama pada aspek legalitasnya. Ujian ini mengacu ke mana karena di dalam UU Sisdiknas, hanya dikenal dua jenis ujian, yaitu untuk jalur pendidikan formal (sekolah) dan ujian kesetaraan. Tak ada ujian informal atau ujian khusus untuk anak-anak homeschooling.

Apa hubungannya UNSR ini dengan Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh sekolah karena sama-sama menggunakan istilah ujian nasional? Apakah UNSR ini berskala nasional? Apakah ujian ini akan diwajibkan untuk anak-anak HS sebagaimana UN diwajibkan untuk anak-anak sekolah?

Dari penjelasan bu Yayah bahwa UNSR ini adalah Ujian Kesetaraan, pertanyaan saya mengenai legalitas terjawab. Terobosan utamanya terletak pada ujian yang dipisahkan antara anak-anak HS. Tetapi struktur legalitasnya tetap mengacu pada ujian persamaan.

Dari perbincangan dengan pak Budi, saya mendapat penjelasan bahwa kewenangan penyelenggaraan Ujian Kesetaraan berada di tingkat Diknas Kota. Dan UNSR ini semuanya menginduk pada Diknas kota Tangerang Selatan. Jadi, saya mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya skala ujian ini adalah lokal, bukan nasional.

**

Untuk terselenggaranya ujian khusus anak-anak homeschooling ini, saya menyampaikan apresiasi kepada pak Didi sebagai pejabat Diknas yang bersedia memfasilitas proses ujian ini dan juga pak Budi yang menginisiatifkan, serta teman-teman Komunitas HS yang menjadi panitia ujian ini. Secara pribadi, saya masih berharap mudah-mudahan keterbukaan dari Diknas itu tak hanya terjadi di Tangerang Selatan, tetapi juga di kota-kota lain; demikian juga kemudahan menjalani ujian-ujian bagi HS.

Sebagai catatan kecil atas ujian ini dan berdasarkan substansi kegiatan yang dilaksanakan, menurut saya mungkin nama yang lebih tepat untuk ujian ini adalah Ujian Kesetaraan Sekolah Rumah (UKSR). Saya kira secara legal dan bahasa, istilah UKSR lebih sesuai dan tidak menimbulkan kerancuan.

Tak perlu ada kata-kata nasional karena ujian ini bersifat lokal (walaupun pesertanya bisa dari berbagai kota). Pemakaian istilah ujian kesetaraan juga menegaskan posisi legalitasnya, disamping menghindari adanya kekhawatiran bahwa posisi ujian ini akan diberlakukan seperti ujian nasional yang ada di sekolah formal.

**

Pada saat yang sama, hari ini saya mendapat kejutan karena saya ditarik mas Abi (Komunitas Semut) bersama pak Budi dan kemudian didudukkan di kursi pembicara yang ada di depan bersama pak Didi (Diknas Tangerang Selatan) dan pak Jimmy Paat (Sekolah Tanpa Batas).

Dari posisi sebagai tamu, tiba-tiba saya berubah menjadi salah seorang narasumber yang berbicara di depan. Jadilah saya kemudian ikut sharing bersama orangtua HS dan pengelola Komunitas HS yang sedang menunggu anak-anak yang menjalani ujian tryout.

Salah satu poin dari pak Jimmy Paat yang menarik buat saya adalah pernyataan beliau bahwa pendidikan alternatif harus membuat ciri khusus, yang membedakan dengan sekolah. Kalau ternyata sama saja dengan sekolah, itu namanya bukan pendidikan alternatif, hanya berubah bentuk/institusi saja.

Saya setuju. Kekhususan, keberbedaan bukanlah cela, tetapi justru menjadi penanda dari sebuah alternatif. Perbedaan materi yang dipelajari, perbedaan kurikulum, perbedaan cara belajar adalah sebagian dari ciri alternatif itu. Dan saya melihat, secara filosofi HS/HE memang memiliki peluang untuk menjadi alternatif.

Tetapi semuanya tentu kembali pada praktisi HS/HE. Apakah mereka akan meniru sekolah formal dengan sedikit modifikasi, atau mereka berani mengambil bentuk-bentuk lain yang lebih radikal dan tidak konvensional. Mungkinkah akan ada HS ala pebisnis, HS ala penulis, HS ala pemusik, HS ala fotografer, HS ala programmer, HS ala crafter, HS ala traveller, atau model-model HS yang berciri khusus lainnya?

Apakah HS akan menjadi model pendidikan alternatif? Atau HS menjadi sekedar bentuk lain dari sekolah?

Itulah pertanyaan buat kita semua, para praktisi HS/HE.

sumber :http://rumahinspirasi.com/homeschooling/ujian-nasional-sekolah-rumah-2010